Newest Post

Kritik Anda adalah Kue Anda

| Rabu, 25 September 2013
Baca selengkapnya »

Kritik Anda adalah Kue Anda

“Anda tidak berhak dipuji kalau tidak
bisa menerima kritikan.”


1. Ubah Paradigma AganTerhadap Kritik.
tidak sedikit orang yang jatuh hanya gara-gara kritik, meski tidak
semua kritik itu benar dan perlu ditanggapi. Padahal, kritik menunjukkan
adanya yang “masih peduli” kepada kita.
Kritik merupakan kesempatan untuk koreksi diri. Tentu saja akan
menyenangkan jika mengetahui secara langsung kekurangan kita, daripada
sekedar menerima dampaknya, seperti, dikucilkan misalnya.

2. Cari tahu sudut pandang si pengkritik.
Tidak ada salahnya mencari tahu detil kritik yang disampaikan. Agan bisa
belajar dari mereka dan melakukan koreksi terhadap diri Agan sendiri. Bisa jadi
kritik yang disampaikan benar adanya.
Jika perlu, justru carilah orang yang mau memberikan kritik sekaligus saran
kepada Agan. Toh Agan tidak akan menjadi rendah dengan hal itu.
Justru sebaliknya, pendapat orang bisa jadi membuka persepsi, wawasan, maupun paradigma baru yang mendukung “goal” agan sendiri.

3. Kritik tidak perlu dibalas dengan kritik !
Tanggapi kritik dengan bijak. Agan tidak perlu merasa marah atau
memasukkannya ke dalam hati. Toh
menyampaikan pendapat adalah hak semua
orang.
Nikmatilah apapun yang mereka sampaikan. Tidak ada ruginya untuk
ringan dalam mema’afkan seseorang. Anggaplah semua itu untuk perbaikan
yang menguntungkan Agan kelak.
Jangan pernah Agan balas kritik dengan
kritik. Karena hal ini hanya akan membuat perdebatan, menguras tenaga &
pikiran. Tidak ada gunanya…

4. Terimalah kritikan dengan senyuman.
Ini semua bisa melatih mental kita agar bisa *tegar* menghadapi ujian yang
lebih hebat di kemudian hari.
Singkatnya, kita memang hanya layak
dipuji jika sudah berani menerima kritikan. Meski tidak mudah, asah terus
keberanian Agan untuk menikmati kritik
layaknya menikmati kue gan.
Ingat, pujian dan apresiasi hanya akan
datang apabila kita sudah melakukan
sesuatu yang berharga.

So, jangan pernah bosan untuk memburu
kritik, dan tanggapilah setiap kritik dengan
lapang dada!

Kritik Anda adalah Kue Anda

Posted by : Unknown
Date :Rabu, 25 September 2013
With 0komentar

Download skripsi-peran-kepemimpinan-kepala-sekolah-dalam-meningkatkan-kinerja-guru.pdf for free - Ebookbrowse.com - Ebook Search & Free Ebook Downloads

| Minggu, 10 Februari 2013
Baca selengkapnya »
|
Baca selengkapnya »

UDUL: KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DASAR NEGERI 017 LAHANG BARU KECAMATAN GAUNG


JUDUL: KEPEMIMPINAN  KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI  SEKOLAH DASAR NEGERI 017 LAHANG  BARU KECAMATAN GAUNG

A.  Latar belakang
Sekolah merupakan lembaga yang bersipat kompelek dan unik.[1] Dan sekolah sebagai organisasi menjadi tempat untuk mengajar dan belajar dan tempat untuk menerima dan memberi pelajaran. Terdapat orang atau sekelompok orang yang melakukan hubungan kerjasama yaitu: kepala sekolah, kelompok  Guru ddan tenaga fungsional yang lain, kelompok kerja Administrasi/staf, kelompok siswa atau peserta didik dan kelompok orang tua siswa.[2]
Dalam kehidupan organisasi Fungsi kepemimpinan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Dan kepala sekolah yang berhasil apabila seorang kepala sekolah memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompelek dan unik, serta mampu melaksanakan pranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah.
Dalam hal ini meningkatkan kualitas pendidikan sebagai kepala sekolah, Supriadi mengemukakan : Erat hubunganya antara mutu kepala sekolah dengan aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan menurutnya prilaku nakal peserta didik.[3]
Kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah  ialah mengawasi kinerja guru-gurunya, agar pelajaran serta autput yang dihasilkan dari sekolah tersebut menjadi lebih baik.
Dr.Ibrahim Bafadal, M.Pd mengatakan : salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah dasar dalam meningkatkan kemampuan professional guru yang dipimpinnya, khususnya guru kelas, guru mata pelajaran pendidikan agama, guru jasmani dan kesehatan, dan guru lainya. Adalah supervise yang dilakukan secara terus  menrus dan continue.[4]
Prof.Dr. Dedi Supriyadi  mengatakan : bahwa guru merupakan segala reformasi dibidang pendidikan, ia mengatur pendapat Rond Brant hampir semua usaha reformasi dibidang pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dan penerapan metode mengajar baru pada akhirnya tergantung pada guru, tanpa guru menguasai bahan pembelajaran dan srategi belajar mengajar. Tanpa mereka dapat mendorong siswa untuk meningkatkan prestasi yang tinggi. Maka segala upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan mencapai hasil yang maksimal[5]
Dalam hal kepemimpinan sebagai kepala sekolah, Pidarta mengemukakan tiga keterampilan yang harus di meliki oleh kepala sekolah  untuk menyukseskan kepemimpinannya, tiga keterampilan tersebut adalah: keterampilan Konseptual yaitu keterampilan untuk memahami dan mengoperasikan organisasi, keterampilan manusiawi yaitu keterampilan untuk  kerjasama, memotivasi dan memimpin, dan keterampilan teknik yaitu keterampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode teknik, serta pelengkapan untuk menyelesaikan tugas.[6]
Ag.Soejono mengemukakan tugas guru dalam Islam adalah:
1.  wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak didik dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket, dan  sebagainya.
2.  berussaha  menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekankan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang.
3.  memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang  keahlian, keterampilan agar anak didik memilihnya dengan tepat.
4.  mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan anak didik berjalan dengan  baik.
5.  memberi bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik  menemui dalam mengembangakan potensinya.[7]
Kepala sekolah sangat bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh bawahan yaitu perbuatan yang dilakukan oleh guru,  siswa, staf dan orang tua siswa tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab kepala sekolah.
Berdasarkan pengamatan sementara yang dilakukan oleh penulis di Sekolah Dasar Negeri 017 Lahang Baru, kepala sekolah di sekolah tersebut telah berusaha mealkukan pengawasan sebagai pemimpin di sekolah terhadap kinerja guru di sekolah tersebut. Namun kepemimpinan yang dilakukan oleh kepala sekolah tersebut belum maksimal, ini terliht dari gejala-gejala sebagai berikut:
  1. Kepala SDN 017 Lahang Baru jarang memeriksa perangkat mengajar guru Pendidkan Agama Islam.
  2. Kepala SDN 017 Lahang Baru jarang memeriksa kehadiran  guru Pendidkan Agama Islam.
  3. kepala SDN 017 lahang Baru tidak berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru Pendidikan Agama Islam.
Melihat dari gejala-gejala tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti permasalahan ini dengan judul : “KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU PENDIDIKAN  AGAMA ISLAM DI SDN 017 LAHANG BARU KECAMATAN GAUNG”
B.  Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.  Bagaimana kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja Guru Pendidikan Agama Islam di SDN 017 Lahang Baru Kecamatan Gaung?
2.  Apa paktor penghambat dalam kepemimpinan  kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja Guru Pendidikan Agama Islam di SDN 017 Lahang Baru Kecamatan Gaung?
C.  Metodologi Penelitian
  1. lokasi  Penelitian
lokasi penelitian yang akan penulis lakukan adalah di Sekolah Dasar Negeri 017 lahang Baru Kecamatan Gaung, yang terdiri dari 6(enam) ruangan kelas, 1(satu) ruangan kantor.
  1. Populasi dan sample
a.  Populasi
Pengertian dari populasi ini secara spesifikasi, Sukardi mengutip pengertian populasi menurut Babbie yaitu : “Elemen penelitian yang hidup dan tinggalnya bersama-sama dan secara teoritis menjadi target hasil penelitian.[8]
Mengenai pengertian dari populasi ini, Dr. Irawan Soeharto  dalam bukunya Metode penelitian social bahwa populoasi atau Universe adalah jumlah keseluruhan unit analisis yaitu objek yang akan kita teliti.[9]
 Dari pengertian di atas diketahui bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian dan yang akan menjadi populasi dalam penelitian ini adalah kepala sekolah SDN 017 lahang Baru  Kecamatan Gaung yang berjumlah 1 orang.
b.  Sampel
Sample menurut Suharsimi Arikunto, sample diartikan sebagai: sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.[10]
Menurut Sudarwan Danim sample adalah sub unit populasi surpey itu terdiri, yang oleh peneliti  dipadang mewakili populasi target, dengan kata lain sample adalah elemen-elemen yang dipilih atas dasar kewakilannya.[11]


  1. Sobjek dan Objek Penelitian
a.  Subjek Penelitian
Adapun subjek penelitian ini adalah kepala sekolah SDN 017 Lahang Baru Kecamatan Gaung : yaitu bapak Arifin Sya’ban.
b.  Objek penelitian
Adapun objek dalam penelian ini adalah kepemimpinan  kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru PAI di SDN 017 lahang Baru kecematan Gaung.
  1. teknik pengumpulan data
a.  Angket 
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan komunikasi dengan sumber data. Jika wawancara dilakukan dengan komunikasi secara lisan, maka dalam angket komunikasi tersebut dilakukan secara tertulis. Maka angket yaitu Menyebarkan sejumlah pertanyaan yang tertulis kepada responden 
b.  Teknik Dokumentasi
Dekumentasi adalah meteri data mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, lengger, agenda dan sebagainya.[12]
Dengan demikian, dokumentasi merupakan kumpulan data atau barang yang mendukung penelitian ini.
  1. Teknik analisa data
Setelah semua data terkumpul kemudian diklasipikasikan menjadi dua bagian yaitu : data yang berbentuk kualitatif (data yang berbentuk kata-kata) dan kuantitatif (data yang berbentuk angka-angka), kemudian data tersebut akan dipersentasikan kembali teknik ini disebut diskriftif kualitatif dengan persentase dan menggunakan rumus :
P =    100 %
Keterangan :     P = Angka persentase
            F = Frekuensi
            N = Banyak individu[13]
Berdasarkan indikator diatas dapat dilihat bagaimana kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja Guru Agama Islam di SDN 017 lahang Baru Kecamatan Gaung dengan ketentuan Sebagai berikut :
Sangat baik           = 81%-100%
Baik             = 61%-80%
Cukup Baik      = 41%-60%
Kurang Baik      = 21%-40%
Tidak Baik      = 0 %-20% 


















Posted by : Unknown
Date :
With 0komentar
|
Baca selengkapnya »

ONSENTRASI MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI YOGYAKARTA
2011
PERAN KEPALA MADRASAH MTs NEGERI PAKEM DALAM MENINGKATKAN KINERJA  PEGAWAI DAN PROFESIONALITAS GURU

A.    Latar belakang Masalah

Pendidikan, yang merupakan usaha transformatif, mempunyai andil yang sangat besar dalam mengoptimalkan kualitas sumber daya manusia, yang mencakup kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual maupun emosional. Kenyataannya, andaipun ada perbedaan pandangan dalam pendidikan, tak pernah mempermasalahkan mengenai penting atau tidaknya pendidikan bagi manusia, tetapi hanya berkisar di sekitar praktek atau pelaksanaan pendidikan itu sendiri.
Salah satu unit pelaksana teknis di bidang pendidikan tingkat pertama yang ada di Indonesia adalah Madrasah Negeri. Hal ini terlihat dari Keputusan Menteri Agama RI No. 17 Tahun 1978 yang menyatakan: “ Madrasah Tsanawiyah Negeri berkedudukan sebagai unit pelaksana teknis di bidang pendidikan di lingkungan Departemen Agama”.  Madrasah ini merupakan sebuah lembaga pendidikan umum yang bercirikan Islam, yang memiliki tanggung jawab menjadi salah satu lembaga pencerdasan kehidupan masyarakat Indonesia .
Sebagai bagian dari sitem pendidikan nasional yang mempunyai karakteristik Islam, Madrasah Tsanawiyah Negeri mengemban tujuan yang selaras dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam UU Sisdiknas Bab II pasal 3 yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak yang mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan, karena tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif dan efisien . Berkaitan dengan hal ini Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sistemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Manajemen pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Dalam dataran aplikatif, hakikat manajemen pendidikan ini diterapkan dalam organisasi unit-unit pelaksana teknis sebagai komponen sistem pendidikan nasional yang ada . Satu di antara komponen pendidikan nasional tersebut adalah madrasah.
Dengan demikian, manajemen madrasah merupakan point penting guna tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan. Hal ini sejalan dengan paradigma pendidikan baru, yang dikenal dengan istilah “Manajemen Berbasis Sekolah” (MBS). MBS merupakan wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf pengajar (guru) maupun pegawai, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok tekait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Lebih khusus lagi, MBS menuntut perubahan-perubahan tingkah laku kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi dalam mengoperasikan sekolah. Untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan MBS, kepala sekolah, guru, maupun tenaga administrasi harus memiliki sikap profesional dan manajerial. Oleh karena itu, mereka harus memiliki pengetahuan yang dalam tentang peserta didik dan prinsip-prinsip pendidikan untuk menjamin bahwa segala keputusan penting yang dibuat oleh sekolah, didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah ini pada dasarnya dapat diadopsi atau diaplikasikan di madrasah-madrasah.
Dalam konteks MBS, madrasah harus meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaannya guna meningkatkan kualitas dan efisiensinya. Meskipun demikian, otonomi pendidikan dalam konteks MBS harus dilakukan dengan selalu mengacu pada akuntabilitas terhadap masyarakat, orangtua, siswa, maupun pemerintah pusat dan daerah.
Agar desentralisasi dan otonomi pendidikan berhasil dengan baik, kepemimpinan kepala madrasah perlu diberdayakan. Pemberdayaan berarti peningkatan kemampuan secara fungsional, sehingga kepala madrasah mampu berperan sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. Kepala sekolah harus bertindak sebagai manajer dan pemimpin yang efektif. Sebagai manajer ia harus mampu mengatur agar semua potensi madrasah dapat berfungsi secara optimal. Hal ini dapat dilakukan jika kepala madrasah mampu melakukan fungsi-fungsi manajemen dengan efektif dan efisien, meliputi (1) perencanaan; (2) pengorganisasian; (3) pengarahan; dan (4) pengawasan . Melalui manajemen madrasah yang efektif dan efisien tersebut, diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan .
Kepala madrasah merupakan seorang manajer di suatu madrasah. Kepemimpinannya memberikan peran yang besar terhadap kemajuan ataupun kemunduran madrasah yang dipimpinnya. Dari segi kepemimpinan, seorang kepala madrasah nampaknya perlu mengadopsi gaya kepemimpinan transformasional, agar semua potensi yang ada di madrasah dapat berfungsi secara optimal.
Kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan yang mengutamakan pemberian kesempatan, dan atau mendorong semua unsur yang ada dalam madrasah untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang luhur, sehingga semua unsur yang ada di madrasah (guru, pegawai, siswa, orang tua siswa, masyarakat, dan sebagainya) bersedia, tanpa paksaan, berpartisipasi secara optimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah . Dengan kata lain, dalam kerangka kepemimpinan transformasional tersebut, dapat diasumsikan bahwa semua unsur yang ada di madrasah - misalnya guru atau pegawai – dapat meningkatkan kinerja pegawai dan  meningkatkan profesionalitasnya dengan bimbingan dan arahan dari kepala marasah sehingga memberikan kontribusi terhadap efektivitas kepemimpinan kepala madrasah.
Disamping itu melihat tujuan dari MTs Negeri pakem yakni : tujuan pendidikan dasar dalam standar Nasional Pendidikan dirumuskan dengan “ Meletakkan Dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut”. Selain itu MTs Negeri Pakem juga memiliki Visi yaitu unggul dalam prestasi, maju dengan IPTEK berlandaskan IMTAQ serta mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Dari tujuan pendidikan dan Visi yang dimiliki MTs Negeri Pakem yang begitu menarik dan begitu tidak mudah untuk mewujudkan dan mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari ,apalagi dengan adanya jumlah siswa yang begitu banyak kurang lebih 415 siswa yang harus memerlukan tenaga ekstra dalam menangani dan membimbingnya ,maka diharapkan semua komponen yang ada ikut berperan aktif seperti tenaga kependidikan, guru selaku pendidik dan kepala madrasah sebagai penggerak  untuk mewujudkan tujuan dan visi tersebut dapat melibatkan diri dan mencurahkan segala kemampuannya untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan dan visi dari MTs Negeri Pakem. Tidak lepas dari tuntutan pegawai dan guru terutama yang telah mendapatkan sertifikat pendidik ( 23 dari 33 guru yang tersertifikasi dan lulus ),   yang semua itu tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan harus benar-benar dapat membuktikan bahwa kepala sekolah memiliki peran yang sangat penting yang harus ditunjukkan pada pemerintah dan khususnya bagi Madrasah yang menjadi garapannya saat ini semakin diperhatikan dalam melakukan perannya apakah sudah dapat merubah pendidikan yang ada untuk menjadi yang lebih baik dan dipercaya oleh masyarakat sekitar.
Adapun peran kepala sekolah selama ini telah banyak memberikan segala sesuatunya seperti menggerakkan bawahan dalam meningkatkan kinerja pegawai melalui arahan dan bimbingan yang selama ini dilakukan dengan terus menerus guna mencapai tujuan madrasah yang diinginkan mengalami suatu kendala yakni tidak mudahnya memberikan arahan dan bimbingan pada pegawai dan guru , dimana dari masing masing memiliki keinginan dan sumber daya manusia  yang berbeda- beda dalam berpendapat, meningkatkan profesionalitas guru , yang mana dalam hal ini kepala sekolah memiliki peran yang sangat penting sebagai sarana untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan pendidikan dimadrasah.
Tujuan pendidikan di madrasah dapat terwujud bilamana komponen penting seperti guru memiliki profesionalitas yang tinggi, yang dalam hal ini peran kepala sekolah juga memiliki tugas sebagai pengarah dan pembimbing bahkan menjadi pengajar bagi para pendidik yang selalu dituntut untuk profesional dalam segala hal seperti tuntutan dalam pembuatan administrasi guru, pembuatan perangkat pembelajaran , mahir dalam mendidik siswa,
mengantisipasi para siwa yang bermasalah yang itu merupakan tanggung jawab madrasah yang secara bersama-sama menyelesaikan dan mengantisipasi dengan jalan yang terbaik.
Selain itu pula dalam undang undang guru pada bab II pasal 6 yakni, kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
Dengan asumsi teoretis dan keberadaan di MTs Negeri Pakem tersebut diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai peran kepala  madrasah dalam meningkatkan kinerja pegawi dan profesionalitas guru. Dalam hal ini penelitian dilakukan pada Madrasah Tsanawiyah Negeri Pakem, Sleman, Yogyakarta.
Dipilihnya MTs Negeri Pakem sebagai lokasi penelitian karena fungsi strategis yang dimiliki MTsN Pakem tersebut. Dalam upaya peningkatan mutu Madrasah Tsanawiyah Negeri Pakem, Sebagian komponen yang berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan Madrasah berusaha menjadi madrasah  yang diharapkan oleh masyarakat dan Madrasah yang dapat berkembang mengikuti perkembangan zaman.
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan bahwa masalah-masalah yang akan diteliti oleh penulis adalah:
1.    Bagaimana peran kepala madrasah dalam meningkatkan kinerja   pegawai dan profesionalisme guru di  MTs Negeri Pakem?
2.    Bagaimana upaya/ usaha-usaha apa yang dilakukan kepala madrasah dalam meningkatkan kinerja pegawai dan profesionalitas guru di  MTS Negeri Pakem?
3.    Apa faktor pendukung dan penghambat dalam meningkatkan kinerja pegawai dan profesionalitas guru di MTs Negeri Pakem ?
C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini secara teoretis diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam khazanah intelektual Islam, khususnya mengenai manajemen pendidikan Islam. Adapun secara praktis diharapkan dapat ikut andil dalam memperbaiki manajemen madrasah khususnya dan pendidikan pada umumnya.
Kegunaan Penelitian yang dapat diraih antara lain:
1.    Bagi pegawai, diharapkan menjadi bahan masukan untuk meningkatkan pengetahuan, motivasi, dan kinerja dalam melakukan tugas.
2.    Bagi guru, untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitasnya, sehingga mampu mengembangkan kemampuan, wawasan, dan kreativitasnya dalam membimbing dan mendidik siswa.
3.    Bagi kepala madrasah (sekolah), sebagai masukan positif untuk dapat melakukan pembenahan terhadap kekurangan dalam memanege bawahan sehingga ada langkah-langkah kongkrit dalam upaya / usaha menciptakan suasana baru yang mendukung peningkatan kinerja pegawai dan profesionalitas guru, guna mencapai tujuan organisasi (madrasah) yakni peningkatan kualitas pendidikan bagi para siswa.
4.    Bagi masyarakat, untuk mengetahui kualitas suatu lembaga pendidikan, sebagai bahan pertimbangan dalam memilih sekolah/ madrasah yang modern, profesional, dan populer yang mampu menjawab tantangan dan tuntutan masa depan yang akan dihadapi oleh anak-anak mereka sebagai peserta didik.
D.    Tinjauan Pustaka
A. Zainuri (2002) dalam tesisnya yang berjudul “Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Upaya Menumbuhkan Minat Belajar Serta Pengalaman Ajaran Agama Pada Siswa MTs Negeri Pakem”, memfokuskan penelitiannya pada aspek students learning proses  sebagai faktor yang dipengaruhi (dependen variable) oleh kepemimpinan Kepala Madrasah (independen variable). Tesis tersebut menemukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara aspek kepemimpinan yang professional pada satu sisi dengan penumbuhan minat belajar serta pengamalan ajaran agama pada siswa MTs Negeri Pakem, pada sisi yang lain.
Budi Wardoyo (2001) dalam tesisnya yang berjudul “Peranan Kepemimpinan Studi Korelasional Antara Pengetahuan Kepala Madrasah Tentang Manajemen dan Kemampuan Penalaran Dengan Peranan Kepemimpinan Kepala Madrasah Ibtidaiyah Swasta di Kabupaten Sukohrjo”, menemukan bahwa kapasitas pengetahuan Kepala Madrasah tentang manajemen sangat mempengaruhi secara signifikan profesionalitas kepemimpinan kepala Madrasah tersebut.
Kinerja Kelompok Kerja Guru (KKG ) dalam meningkatkan profesionalitas guru PAI di kecamatan berbah Sleman ( 2009 ). Dalam penelitian ini memfokuskan pada faktor yang mempengaruhi kinerja KKG dalam meningkatkan profesionalitas khusus guru Pendidikan Agama Islam ( PAI ).
Nurrina yuniarti dalam tesisnya Peran Kepala Sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Muhamadiyah 2 meneliti tentang peran dan upaya kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Tesis lain yang berkaitan peran kepala sekolah yakni berjudul: Peran kepala sekolah dalam meningkatkan mutu guru di SMK N I Tangerang Banten . Penelitian ini memfokuskan pada peran kepala sekolah yang berkaitan dengan peningkatan mutu guru. Sementara penelitian yang akan peneliti lakukan berfokus pada kinerja pegawai dan profesionalitas guru. Dalam hal ini penelitian yang dilakukan tidak sama dengan penelitian yang telah ada.
Selain  tesis tersebut, terdapat satu buah penelitian yang berjudul “ Pengaruh Motivasi Berprestasi dan  Perilaku Komunikasi Antar Pribadi terhadap Efektivitas Kepemimpinan Kepala Sekolah”. Penelitian yang ditulis Abdullah Alhadza (2003) ini,  menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara motivasi berprestasi dan perilaku komunikasi antarpribadi secara bersama-sama terhadap efektivitas kepemimpinan.
Secara argumentatif dapat dikatakan bahwa penelitian pertama masih cenderung memfokuskan penelitiannya pada aspek students learning proses, meskipun disinggung juga aspek kepemimpinan kepala Madrasah dalam mempengaruhi penumbuhan minat belajar siswa dan pengamalan ajaran agama, akan tetapi masih dalam dataran aspek proses pembelajaran. Begitu pula dengan tesis kedua dan ketiga, walaupun menjadikan kepemimpinan sebagai obyek penelitian, namun variabel yang digunakan berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan penulis.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian-penelitian yang telah disebutkan di atas belum menyentuh secara komprehensif penelitian yang akan dilakukan oleh penulis mengenai peran kepala madrasah dalam meningkatkan kinerja pegawai dan profesionalitas guru. Sehingga penelitian ini masih mempunyai ruang akademik dan layak untuk dilakukan.

E.    Kerangka Teoretis
1.    Peran  Kepemimpinan Kepala Sekolah
Menurut Spanbauer para pemimpin dalam menciptakan lingkungan   pendidikan yang baru, dia berpendapat bahwa pemimpin institusi pendidikan harus memandu dan membantu pihak lain dalam mengembangkan karakteristik yang serupa. Sikap tersebut mendorong tercipyanya tanggung jawab bersama-sama serta sebuah gaya kepemimpinan yang melahirkan lingkungan kerja yang interaktif. Dia menggambarkan sebuah gaya kepemimpinan di mama pemimpin “ harus menjalankan dan membicarakan mutu serta mampunmemahami bahwa perubahan terjadi sedikit demi sedikit, bukan serta merta.” Dalam kesimpulan yang dikemukakan Spanbauer berkaitan dengan pemimpin, maka pemimpin harus :
a.    Melibatkan para guru dan seluruh staf dalam aktivitas penyelesaian masalah, dengan menggunakan metode ilmiah dasar, prinsip-prinsip mutu statistik dan kontrol proses.
b.    Memilih untuk meminta pendapat tentang berbagai hal dan tentang bagaimana cara mereka menjalankan proyek dan tidak sekedar menyampaikan bagaimana seharusnya mereka bersikap
c.    Menyampaikan sebanyak mungkin informasi manajemen untuk membantu pengembangan dan peningkatan komitmen.
d.    Menanyakan pendapat staf tentang sistem dan prosedur mana saja yang menghalangi mereka dalam menyampaikan mutu pada para pelenggan ( pelajar, orang tuan dan patner kerja )
e.    Memahami bahwa keinginan untuk meningkatkan mutu para guru tidak sesuai dengan pendekatan manajemen atas ke bawah ( top –down)
f.    Memindahkan tanggung jawab dan kontrol pengembangantenaga profesional langsung kepada guru dan pekerja teknis.
g.    Mengimplementasikan yang sistematis dan kontinyu di antara setiap orang yang terlibat dalam sekolah
h.    Mengembangkan kemampuan  pemecahan masalah serta negoisasi dalam rangka menyelesaikan konflik
i.    Memiliki sikap membantu tanpa harus mengetahui semua jawaban bagi setiap masalah dan tanpa rasa rendah diri
j.    Memberikan telada yang baik , dengan cara memperlihatkan karakteristik yang diinginkan dan menggunakan waktu untuk melihat-lihat situasi dan kondisi dengan mendengarkan keinginan guru dan staf lainnya.
k.    Belajar  berperan sebagai pelatih dan bukan sebagai bos.
l.    Memberikan otonomi dan berani mengambil resiko.
m.    Memberikan perhatian yang berimbang dalam menyediakan mutu bagi para pelanggan eksternal ( pelajar , orang tua, dan lainnya) dan pada pelanggan internal ( pengajar, anggota dewan guru, dan pekerja lainnya).
Selain itu ada beberapa fungsi uatama pemimpin sebagai kepala sekolah yakni ;
a.    Memiliki visi mutu terpadu bagi intitusi
b.    Memiliki komitmen yang jelas terhadap proses peningkatan mutu
c.    Mengkomunikasikan pesan mutu
d.    Memastiakan kebutuhan pelanggan menjadi pusat kebijakan dan praktik insitusi
e.    Mengarahkan perkembangan karyawan
f.    Berhati-hati dengan tidak menyalahkan orang lain saat persoalan muncul tanpa bukti yang nyata
g.    Memimpin inovasi dalam institusi
h.    Mampu memastikan bahwa struktur  organisasi secara jelas telah mendefinisikan tanggung jawab dan mampu mempersiapkan delegasi yang tepat
i.    Memiliki komitmen untuk menghilangkan rintangan, baik yang bersifat organisasional atau kultural
j.    Membangun tim yang efektif
k.    Mengembangkan mekanisme yang tepat untuk mengawasi dan mengevaluasi kesuksesan.
 Aspek penting dari peran pemimpin sebagai kepala madrsah dalam pendidikan adalah memberdayakan para guru dan memberi mereka wewenang yang luas untuk meningkatkan pembelajaran yang luas untuk meningkatkan pembelajaran para pelajar.
Kepala sekolah sebagai pemimpin memiliki peran yang sangat penting dalam memandu para administrator dan memandu guru untuk bekerja sama dalam memajukan sekolah/ pendidikan.
Dalam menilai keefektifan suatu organisasi terdapat empat model pendekatan yaitu: pendekatan pencapaian tujuan (goal attainment), pendekatan sistem yang menekankan stabilitas, pendekatan konstituensi strategis yang menekankan terpenuhinya tuntutan para stakeholder, dan pendekatan nilai-nilai bersaing yang mempertemukan tiga kriteria yaitu human relation model, open sistem model, dan rational goal model .
Kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis Madrasah. Kepemimpinan berkaitan dengan masalah kepala madrasah dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam situasi yang kondusif. Prilaku kepala madrasah harus dapat mendorong kinerja para guru dengan menujukkan rasa bersahabat, dekat dan penuh pertimbangan terhadap para guru, baik secara individu maupun sebagai kelompok.  Dari banyak definisi tentang kepemimpinan dapat diidentifikasi bahwa parameter kepemimpinan umumnya diarahkan pada gaya kepemimpinan yang cocok untuk diterapkan dalam manajemen pendidikan terutama di tingkat madrasah dan kantor-kantor pendidikan adalah gaya kepemimpinan situasional. Dalam hal ini kepala madrasah harus mampu bertindak sesuai dengan situasi dan kondisi tenaga kependidikan. Selain itu kepala madrasah yang efektif harus mempunyai hukum dasar kepemimpinan yang baik seperti visi yang utuh, keteladanan, tanggung jawab, pelayanan terbaik, gaya kepemimpinan. Kepemimpinan yang efektif dimaknai sebagai kepemimpinan yang mampu menghasilkan gerakan/kegiatan dalam kerangka kepentingan jangka panjang terbaik dari kelompok (Kotter, 1988: 5).
Untuk mengukur efektivitas kepemimpinan, pada umumnya peneliti merujuk pada tiga kelompok teori.  Pertama adalah Traits Theory.  Teori ini berasumsi bahwa terdapat banyak karakteristik pribadi yang harus dimiliki oleh seseorang untuk menjadi pemimpin yang efektif.  Oleh karena itu, efektivitas kepemimpinan seseorang diukur pada seberapa banyak karakteristik yang dipersyaratkan tersebut dimiliki.  Kedua adalah Behavioral Theories.  Teori ini berasumsi bahwa keberhasilan atau efektivitas kepemimpinan dan kepatuhan bawahan terhadap pemimpin ditentukan oleh gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang pemimpin.  Oleh karena itu, efektivitas kepemimpinan seseorang diukur pada seberapa tepat seseorang menerapkan gaya kepemimpinan yang direkomendasikan.  Ketiga adalah Teori-teori Kontingensi.  Teori ini mencoba mengakomodasikan variabel spesifik yang terlibat dalam situasi kepemimpinan.  Teori Kontingensi menitikberatkan analisisnya pada faktor situasi dan menegaskan bahwa kepemimpinan yang efektif adalah penerapan perilaku kepemimpinan yang tepat pada situasi yang tepat.
Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa efektivitas kepemimpinan adalah derajat keberhasilan seorang pemimpin dalam mencapai tujuan organisasi dengan cara mempengaruhi pengikutnya melalui kombinasi ideal antara orientasi pada tugas dan penekanan pada hubungan kemanusiaan sesuai dengan situasi yang dihadapi.
Dalam hubungan dengan situasi sekolah, Caplow  menawarkan suatu formula yang dinamai SIVA Variabel, yaitu Stability, Integrity, Voluntarism, dan Achievement.   Stability adalah kemampuan organisasi untuk memelihara atau meningkatkan statusnya dalam hubungannnya dengan lingkungannya.  Integrity ialah kemampuan organisasi untuk mengontrol konflik internal yang ditunjukkan oleh saling penyesuaian, kurangnya friksi, intensifnya komunikasi, dan besarnya konsensus.  Voluntarism secara sederhana dapat disamakan dengan moral/semangat kerja yang ditunjukkan dengan rasa senang, jalinan persahabatan, kepuasan batin, dan keinginan anggota untuk tetap berpartisipasi sebagai bagian dari organisasi.  Achievement ialah hasil dari kegiatan organisasi yang ditandai dengan keberhasilan dan kegagalan dalam mendapatkan tujuan umum dan tujuan spesifik dari organisasi. (Drake, 1986: 95).
Dari serangkaian teori seperti dikemukakan di atas, dapat ditegaskan bahwa peran kepemimpinan kepala sekolah adalah tingkat keberhasilan kepala sekolah dalam  mempengaruhi setiap pengikutnya untuk melakukan aktivitas sehingga dapat mewujudkan tercapainya tujuan kepala sekolah yaitu menciptakan stabilitas, integritas, voluntaritas, dan prestasi (achievement) atas sasaran administratif dan edukatif.
2.    Kinerja Pegawai
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, atau kemampuan kerja (Depdikbud, 503 & 1060). Sedangkan menurut Zainuri (2002), kinerja adalah pelaksanaan tugas dan kewajiban.
Istilah kinerja sering dikaitkan dengan tugas atau tanggung jawab sumberdaya dalam suatu organisasi. Kata kinerja ini digunakan untuk menyebutkan tingkat efektivitas pelaksanaan tugas sumberdaya manusia yang ada, misalnya kinerja pegawai, guru ataupun kepala sekolah pada suatu sekolah.
Menurut Suparman (2005) sumberdaya manusia sekolah yang dapat dikatakan mandiri apabila memiliki ciri-ciri:1) Pekerjaan adalah miliknya; 2)Bertanggung jawab; 3) Memiliki kontribusi terhadap lingkungan pekerjaannya; 4) Mengetahui poisisi dirinya dan memiliki kontrol terhadap pekerjaannya; dan 5) Pekerjaan merupakan bagian hidupnya.
Di satu sisi dapat dikatakan bahwa kinerja pegawai antara lain dapat dinilai dengan melaksanakan tugas secara bertanggungjawab dan memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan pekerjaannya secara keseluruhan, sedangkan efektivitas kepemimpinan kepala sekolah dilihat dari tingkat keberhasilan kepala sekolah dalam  mempengaruhi setiap pengikutnya untuk melakukan aktivitas atau tugas dan tanggung jawabnya, sehingga dapat mewujudkan tercapainya tujuan kepala sekolah yaitu menciptakan stabilitas, integritas, voluntaritas, dan prestasi (achievement) atas sasaran administratif dan edukatif.
Dari teori di atas dapat dirumuskan bahwa kinerja pegawai (dalam hal ini pegawai madrasah) adalah hasil yang dicapai dan kemampuan kerja, atau tingkat (kualitas) pelaksanaan tugas utama yang diemban pegawai madrasah yang merupakan tanggung jawabnya. Kinerjanya dapat dinilai efektif apabila bertanggungjawab dan memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan pekerjaannya secara keseluruhan.
3.    Profesionalitas Guru
Kata profesionalitas, berasal dari kata profesi yang diserap dari bahasa Inggris profession atau bahasa Belanda professie. Kedua bahasa tersebut menerima kata tersebut dari bahasa Latin professio yang berarti pengakuan atau pernyataan . Dalam Kamus Bahasa Indonesia, profesi adalah: “bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu”, atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus. Dengan demikian, profesi dapat diartikan sebagai keahlian khusus untuk menangani lapangan kerja tertentu bagi yang membutuhkannya . Sedangkan kata professional merupakan kata sifat yang berarti pencaharian, dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian tertentu, seperti: guru, dokter, hakim, dan lain-lain (Usman, 2000: 14).
Saat ini kita hidup pada era knowledge based economy. Artinya sistem ekonomi secara global berjalan berdasarkan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi. Dampaknya, negara yang memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan yang kuat akan menguasai ekonomi.
Secara langsung ataupun tidak langsung, hal tersebut berimplikasi terhadap pendidikan. Sebagai orang yang memikul tanggung jawab sebagai pendidik dan bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik (Barnadib, 1993: 61), implikasi tersebut sangat terkait dengan profesionalisme pada pekerjaan guru. Karena dengan guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi, pendidikan akan bisa ditingkatkan kualitasnya. Kualitas pendidikan yang baik pada akhirnya akan meningkatkan daya saing bangsa melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan demikian meningkatkan profesionalisme guru, merupakan suatu hal yang sangat urgen. Menurut Houle, beberapa syarat terciptanya profesionalisme guru antara lain: seorang guru harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat, berdasarkan atas kompetensi individual (bukan atas dasar KKN), memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, dan ada kerja sama dan kompetisi yang sehat antarsejawat. Selain itu, ada kesadaran profesional yang tinggi, memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik), memiliki sistem sanksi profesi, ada militansi individual, serta memiliki organisasi profesi (Suyanto, 2004).
Profesionalisme guru dibangun melalui penguasaan kompetensi-kompetensi yang secara nyata diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaan. Kompetensi-kompetensi penting jabatan guru tersebut adalah: kompetensi bidang substansi atau bidang studi, kompetensi bidang pembelajaran, kompetensi bidang pendidikan nilai dan bimbingan serta kompetensi bidang hubungan dan pelayanan/pengabdian masyarakat.
Dengan kata lain pekerjaan mendidik (guru) memerlukan standar profesi khusus. Di antaranya mengharuskan guru untuk (1) menguasai kurikulum, (2) menguasai materi pelajaran, (3) menguasai teknik dan metode mengajar, (4) komitmen pada tugas, dan (5) berdisiplin tinggi. Kelima hal itu menjadi syarat minimal jika kita mengendalikan dunia pendidikan, dapat secepatnya menggapai tujuan seperti yang kita cita-citakan bersama.
.
F.    Metodologi Penelitian
1.    Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian lapangan (field research), yaitu pengumpulan datanya di lakukan di lapangan, seperti di lingkungan masyarakat, lembaga-lembaga dan organisasi kemasyarakatan dan pembaga pemerintahan.
Jenis Penelitian ini adalah penelitian kualitatif interaktif, yakni studi mendalam dengan menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari orang dalam lingkungan alamiahnya. Peneliti menginterpretasi fenomena-fenomena bagaimana orang mencari makna dari padanya. Penelitian ditujukan untuk mendiskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi. Pemikiran orang secara individual maupun kelompok.
 Dalam hal ini, penyusun akan melacak data di lapangan untuk mengetahui peran kepala madrasah dalam meningkatkan kinerja pegawai dan profesionalitas guru di MTs Negeri Pakem.
2.    Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan pedagogis. Dengan menggunakan pendekatan ini, peneliti akan menghimpun data berkenaan dengan peran kepala madrasah dalam meningkatkan kinerja pegawai dan profesionalitas guru di MTs Negri Pakem.
3.    Subyek Penelitian
Penentuan subyek dalam penelitian ini menggunakan teknik populasi. Sedangkan untuk subyek informannya adalah orang-orang yang mengetahui, berkaitan, dan menjadi pelaku dari suatu kegiatan yang diharapkan dapat memberi informasi. Adapun subyek penelitian tersebut adalah :
a.    Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri Pakem, sebagai pimpinan dan pengambil kebijakan Madrasah
b.    Wakil Kepala Madrasah bidang kurikulum
c.    Guru mata pelajaran yang ada di Madrasah Tsanawiyah Negeri Pakem
d.    Pegawai tata usaha yang terlibat didalamnya.
Populasi yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah semua sumber daya manusia yang ada pada organisasi Madrasah Tsanawiyah Negeri Pakem  yang meliputi : Pegawai, Guru, dan Kepala Madrasah.
4.    Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data-data penelitian, penulis menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1)    Interview (wawancara), yaitu mengadakan tanya jawab dengan responden untuk memperoleh informasi-informasi yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
2)    Observasi, yaitu cara pengambilan data dengan melihat dan mengamati sendiri kemudian mencatat fakta dan peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data yang ada. Namun dalam observasi ini telah dicatat, disusun secara sistematis, sesuai dengan tujuan penelitian, serta dapat dikontrol vailditasnya.
3)    Dokumentasi, yaitu dengan mempelajari dokumen-dokumen untuk memperoleh data sekunder, seperti : buku-buku, risalah sidang, agenda sidang  catatan briving , dan sebagainya.
4)    Kuesioner, yaitu dengan memberikan daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis kepada responden untuk diisi dan dikembalikan kepada peneliti, terutama untuk menjangkau responden yang sebanyak-banyaknya dan memperoleh informasi yang seluas-luasnya dalam waktu penelitian yang terbatas.

5.    Analisis Data
Karena penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan filosofis fenomenologis , maka data kualitatif ini dianalisis menggunakan deskriptif analitik. Analisis induktif adalah pemikiran yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus kemudian dari fakta itu ditarik kesimpulan. Dalam hal ini, analisis induktif adalah menginterpretasikan data hasil dokumentasi, wawancara, serta observasi yang dilakukan dalam penelitian.
Untuk memperoleh keabsahan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik trianggulasi. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data. Hal-hal yang dilakukan dalam trianggulasi data tersebut ialah :
a.    Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara
b.    Membandingkan data hasil wawancara antara satu sumber dengan sumber yang lain
c.    Membandingkan hasil wawancara dengan analisis dokumentasi yang berkaitan

G.    Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini akan dituangkan dalam sistematika perbab yang terdiri dari lima bab, dimana bab I merupakan pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, rumusah masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritis, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Landasan teori yang akan menjelaskan mengenai variabel-variabel penelitian, yaitu peran kepala madrasah, kinerja pegawai, dan profesionalitas guru.
Bab III akan mendeskripsikan wilayah penelitian yaitu MTs Negeri Pakem , dimulai dengan sejarah berdirinya; struktur organisasi; kondisi guru, kepegawaian, dan siswa; fasilitas pendidikan; dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
Bab IV merupakan inti pembahasan. Pada bagian ini akan diuraikan hasil penelitian mengenai peran kepala madrasah dalam meningkatkan kinerja pegawai dan profesionalitas guru madrasah di MTs Negeri Pakem, dengan menggunakan analisis yang telah ditentukan.
Bab V merupakan penutup yang menyajikan kesimpulan dan saran-saran penelitian.










DAFTAR PUSTAKA

A. Azizy, 2003, “Kata Sambutan” dalam Penerbitan Buku Pedoman Komite Madrasah, Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Jakarta..
Arifin, Zainal, Evaluasi Instruksional, Rineka Cipta, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Praktek. Edisi V Reneka Cipta. Jakarta .2006
Atmodiwirio, Soebagio, 2000, Manajemen Pendidikan Indonesia,  PT Ardadizya, Jakarta.
Dajan, Anto, 1986, Pengantar Metode Statistik Jilid II, LP3ES, Jakarta.
Davis, Keith dan John W. Newstrom. 1990. Human Behavior at Work: Organizational Behavior. New York: McGraw – Hill Book Company.
Depag, 2003, Himpunan Peraturan Tentang Kepegawaian, Jakarta.
_________, 2002, Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota, Jakarta.
Depag RI, Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2004, Pedoman manajemen Berbasis Madrasah
Depag RI Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.2006. UU RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Jakarta
Devito, Joseph A. 1995. The Interpersonal Communication Book. New York: Harper Collins College Publishers.
Drake, Thelbert L. dan William H. Roe. 1986. Principalship. New York: Macmillan Publishing Company.
Fajar, A. Malik, 1998, Madrasah dan Tantangan Modernitas, Mizan, Bandung.
Fattah, Nanang, 2003, Landasan Manajemen Pendidikan, PT Rosdakarya, Bandung.
Feldman, Daniel C. dan Arnold, J. Hugh. 1998. Managing Individual and Group Behavior in Organization. Auckland: McGraw- Hill Book Company.
Gibson, Jane W. dan Richard M. Hodgetts. 1988. Organizational Communication: A Managerial Perspective. Orlando, Florida: Academic Press Inc.
Hasan, Fuad. 1989. Renungan Budaya. Jakarta: Balai Pustaka.
Kotter, John P. 1988. The Leadership Factor. New York: Free Press.
Lefton, Lester A. dan Laura Valvatne. 1982. Mastering Psychology. Boston: Allyn and Bacon.
Liliweri, Alo. 1994. Perspektif Teoritis Komunikasi Antarpribadi: Suatu Pendekatan ke Arah Psikologi Sosial. Bandung: Citra Aditya  Bakti.
M, Mastuhu, 2003, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21, Safria Insania Press, Yogyakarta.
M, Sufyarma, 2003, Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, CV Alfabeta, Bandung.
Maman, “Upaya Memantapkan Profesionalisme Guru” dalam Pikiran Rakyat 24 Maret 2005.
McClelland, David. 1999. Motivational Research Achievement. 1999 http://westrek,hypermort. net/ Maslow/ od.hr07.htm.
Mufti, Ferry, 2003, “Rencana Kerja: Peningkatan Kinerja Pegawai Administrasi.
Mulyasa, E., 2002, Manajemen Berbasis Sekolah, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Munandar, Utama, Mengembangkan Kreatifitas Anak, Rineka Cipta, Jakarta.
Nata, H. Abuddin, 2003, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Prenada Media, Jakarta.
Nazir, Muhammad, 1998, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Poerwadarminta, 1998, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta.
Prokopenko, Joseph. 1987. Productivity Management: A Practical Handbook. Geneva: ILO.
Pulungan, J. Sayuti, 2001, Peranan Pendidikan Islam Dalam Mengaktualisasikan Kekhalifahan Manusia, al-Zaitun, Indramayu.
Purwanto. “Profesionalisme Guru” dalam Jurnal Teknologi Pendidikan No. 10/ Oktober./2002
Rahardjo, M. Dawam, ed., 1997, Keluar dari Kemelut Pendidikan Nasional, PT Intermasa, Jakarta.
Rakhmat, Jalaluddin. 1998. Psikologi Komunikasi. Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya.
R
Posted by : Unknown
Date :
With 0komentar
|
Baca selengkapnya »

Kata kunci : kompetensi guru, peran kepala sekolah
A. Pendahuluan
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya melalui Depdiknas terus menerus berupaya melakukan berbagai perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan kita. Salah satu upaya yang sudah dan sedang dilakukan, yaitu berkaitan dengan faktor guru. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah yang didalamnya memuat usaha pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia. Michael G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan bahwa “educational change depends on what teachers do and think…”. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan sangat bergantung pada “what teachers do and think “. atau dengan kata lain bergantung pada penguasaan kompetensi guru.
Jika kita amati lebih jauh tentang realita kompetensi guru saat ini agaknya masih beragam. Sudarwan Danim (2002) mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja (work performance) yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru belum sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan kompetensi yang memadai, oleh karena itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna meningkatkan kompetensi guru.
Tulisan ini akan memaparkan tentang apa itu kompetensi guru dan bagaimana upaya-upaya untuk meningkatkan kompetensi guru dilihat dari peran kepala sekolah. Dengan harapan kiranya tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan refleksi bagi para guru maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan pendidikan.
B. Hakikat Kompetensi Guru
Apa yang dimaksud dengan kompetensi itu ? Louise Moqvist (2003) mengemukakan bahwa “competency has been defined in the light of actual circumstances relating to the individual and work. Sementara itu, dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan bahwa : ” A competence is a description of something which a person who works in a given occupational area should be able to do. It is a description of an action, behaviour or outcome which a person should be able to demonstrate.”
Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan.
Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan..
Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu :
  1. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
  2. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.
  3. Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani
Sementara itu, dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu :
  1. Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c) pengembangan kurikulum/silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
  2. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang: (a) mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara berkelanjutan.
  3. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
  4. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
Sebagai pembanding, dari National Board for Profesional Teaching Skill (2002) telah merumuskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang menjadi dasar bagi guru untuk mendapatkan sertifikasi guru, dengan rumusan What Teachers Should Know and Be Able to Do, didalamnya terdiri dari lima proposisi utama, yaitu:
  1. Teachers are Committed to Students and Their Learning yang mencakup : (a) penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa, (b) pemahaman guru tentang perkembangan belajar siswa, (c) perlakuan guru terhadap seluruh siswa secara adil, dan (d) misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir siswa.
  2. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects to Students mencakup : (a) apresiasi guru tentang pemahaman materi mata pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran lain, (b) kemampuan guru untuk menyampaikan materi pelajaran (c) mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara (multiple path).
  3. Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student Learning mencakup: (a) penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward) atas keberhasilan siswa, (c) menilai kemajuan siswa secara teratur, dan (d) kesadaran akan tujuan utama pembelajaran.
  4. Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn from Experience mencakup: (a) Guru secara terus menerus menguji diri untuk memilih keputusan-keputusan terbaik, (b) guru meminta saran dari pihak lain dan melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktek pembelajaran.
  5. Teachers are Members of Learning Communities mencakup : (a) guru memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan kalangan profesional lainnya, (b) guru bekerja sama dengan tua orang siswa, (c) guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya masyarakat.
Secara esensial, ketiga pendapat di atas tidak menunjukkan adanya perbedaan yang prinsipil. Letak perbedaannya hanya pada cara pengelompokkannya. Isi rincian kompetensi pedagodik yang disampaikan oleh Depdiknas, menurut Raka Joni sudah teramu dalam kompetensi profesional. Sementara dari NBPTS tidak mengenal adanya pengelompokan jenis kompetensi, tetapi langsung memaparkan tentang aspek-aspek kemampuan yang seyogyanya dikuasai guru.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah siswanya. Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari siswa, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus.
Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pembelajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitian guru tidak terjebak pada praktek pembelajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para siswanya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pembelajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
C. Peranan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru
Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya. Namun, jika kita selami lebih dalam lagi tentang isi yang terkandung dari setiap jenis kompetensi, –sebagaimana disampaikan oleh para ahli maupun dalam perspektif kebijakan pemerintah-, kiranya untuk menjadi guru yang kompeten bukan sesuatu yang sederhana, untuk mewujudkan dan meningkatkan kompetensi guru diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan komprehensif.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui optimalisasi peran kepala sekolah. Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir (2000) mengemukakan bahwa “ kepala sekolah sebagai pengelola memiliki tugas mengembangkan kinerja personel, terutama meningkatkan kompetensi profesional guru.” Perlu digarisbawahi bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional di sini, tidak hanya berkaitan dengan penguasaan materi semata, tetapi mencakup seluruh jenis dan isi kandungan kompetensi sebagaimana telah dipaparkan di atas.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan;
Merujuk kepada tujuh peran kepala sekolah sebagaimana disampaikan oleh Depdiknas di atas, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas hubungan antara peran kepala sekolah dengan peningkatan kompetensi guru.
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien.
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, –seperti : MGMP/MGP tingkat sekolah, in house training, diskusi profesional dan sebagainya–, atau melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti : kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain.
3. Kepala sekolah sebagai administrator
Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru.
4. Kepala sekolah sebagai supervisor
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran (E. Mulyasa, 2004). Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, — tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan–, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.
Jones dkk. sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan bahwa “ menghadapi kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah mereka”. Dari ungkapan ini, mengandung makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik
5. Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin)
Gaya kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat menumbuh-suburkan kreativitas sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatan kompetensi guru ? Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Kendati demikian menarik untuk dipertimbangkan dari hasil studi yang dilakukan Bambang Budi Wiyono (2000) terhadap 64 kepala sekolah dan 256 guru Sekolah Dasar di Bantul terungkap bahwa ethos kerja guru lebih tinggi ketika dipimpin oleh kepala sekolah dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada manusia.
Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat sebagai barikut : (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan (E. Mulyasa, 2003).
6. Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja
Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, (2) tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan diinformasikan kepada para guru sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut, (3) para guru harus selalu diberitahu tentang dari setiap pekerjaannya, (4) pemberian hadiah lebih baik dari hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan, (5) usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosio-psiko-fisik guru, sehingga memperoleh kepuasan (modifikasi dari pemikiran E. Mulayasa tentang Kepala Sekolah sebagai Motivator, E. Mulyasa, 2003)
7. Kepala sekolah sebagai wirausahawan
Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan dengan peningkatan kompetensi guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat menciptakan pembaharuan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang. Kepala sekolah dengan sikap kewirauhasaan yang kuat akan berani melakukan perubahan-perubahan yang inovatif di sekolahnya, termasuk perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya.
Sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, yang pada gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
D. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
  1. Kompetensi guru merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan..
  2. Kompetensi guru terdiri dari kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
  3. Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya.
  4. Kepala sekolah memiliki peranan yang strategis dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, baik sebagai educator (pendidik), manajer, administrator, supervisor, leader (pemimpin), pencipta iklim kerja maupun sebagai wirausahawan.
  5. Seberapa jauh kepala sekolah dapat mengoptimalkan segenap peran yang diembannya, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, dan pada gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Sumber Bacaan :
Bambang Budi Wiyono. 2000. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Semangat Kerja Guru dalam Melaksanakan Tugas Jabatan di Sekolah Dasar. (abstrak) Ilmu Pendidikan: Jurnal Filsafat, Teori, dan Praktik Kependidikan. Universitas Negeri Malang. (Accessed, 31 Oct 2002).
Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi Kepala Sekolah TK,SD, SMP, SMA, SMK & SLB, Jakarta : BP. Cipta Karya
————––. 2006. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. depdiknas.go.id.  (accessed 9 Feb 2003).
Louise Moqvist. 2003. The Competency Dimension of Leadership: Findings from a Study of Self-Image among Top Managers in the Changing Swedish Public Administration. Centre for Studies of Humans, Technology and Organisation, Linköping University.
Mary E. Dilworth & David G. Imig. Professional Teacher Development and the Reform Agenda. ERIC Digest. 1995. . (Accessed 31 Oct 2002 ).
National Board for Professional Teaching Standards. 2002 . Five Core Propositions. NBPTS HomePage. (Accessed, 31 Oct 2002).
Sudarwan Danim. 2002. Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Suyanto dan Djihad Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan Indonesia Memasuki Millenium III. Yogyakarta : Adi Cita.
Posted by : Unknown
Date :
With 0komentar
Prev
▲Top▲